Sabtu, 26 April 2014

Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Nama Penulis: Ratih Andriyani
Prodi Pendidikan Fisika Semester 2
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                    
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Peran pendidik baik itu guru ataupun orangtua sangat berperan dalam perkembangan kognitif peserta didik. Maka dari itu saya memilih judul “Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget” untuk membantu pendidik dalam mengembangkan kognitif peserta didiknya.
B.     Rumusan Masalah
      1.      Apa saja tahap-tahap perkembangan kognitif?
      2.      Bagaimana menerapkan tahap-tahap kognitif pada RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
C.    Tujuan Penulisan                 
      1.      Dapat memahami tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget
      2.  Dapat menerapkan tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

PEMBAHASAN

A.    Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
   (https://www.google.com/search?q=tahap-tahap+perkembangan+kognitif+piaget&sourc)
Sebuah aspek penting dalam teori Piaget adalah deskripsinya mengenai empat tahap perkembangan kognitif yang berbeda, masing-masing dengan pola pikirannya yang unik. Keempat tahap tersebut dirangkum dalam gambar tersebut.

TAHAP SENSORIMOTOR (Kelahiran hingga usia sekitar 2 tahun)
TAHAP PRAOPERASIONAL ( 2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)
TAHAP OPERASIONAL KONKRET
(6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)
TAHAP OPERASIONAL FORMAL
(11 atau 12 tahun hingga dewasa)
Skema-skema didasarkan terutama pada perilaku dan persepsi; anak berfokus pada apa yang terjadi di sini dan saat ini (here and now)
Skema-Skema mulai mempresentasikan objek-objek yang berada di luar jangkauan  pandangan langsung si anak, namun anak belum mampu melakukan penalaran logis seperti orang dewasa
Penalaran yang menyerupai penalaran orang dewasa mulai muncul, namun terbatas pada penalaran mengenai   realitas konkret.
Proses-proses penalaran logis ke ide-ide abstrak ataupun ke objek-objek konkret.
            Allah SWT berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya:

  Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”  (Q.S. Shad: 29)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan kepada umat-Nya yaitu kitab yang penuh berkah agar umat-Nya memperhatikan dan berfikir. Untuk itulah perlunya perkembangan kognitif supaya umat-Nya bisa mengembangkan pola pikir sesuai tahap-tahap perkembangan usianya.


1.      Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia 2 tahun)
Piaget mengemukakan bahwa dalam sebagian besar tahap sensorimotor (sensorimotor stage), anak-anak berfokus pada apa yang mereka lakukan dan lihat pada saat itu; skema-skema mereka terutama tersusun berdasarkan perilaku dan persepsi. Meski demikian, kemampuan-kemampuan kognitif yang penting muncul selama periode ini, terutama saat anak mulai bereksperimen dengan lingkungannya melalui prinsip trial and error.
Piaget menyatakan bahwa kemampuan berpikir yang sesungguhnya muncul pada usia dua setengah tahun. Secara spesifik, anak memperoleh kemampuan berpikir simbolik (symbolic thought), yakni kemampuan merepresentasikan dan memikirkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam kerangka entitas-entitas mental internal atau simbol.

2.      Tahap Praoperasional ( 2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)
Pada masa-masa awal tahap praoperasional (preoperasional stage), keterampilan bahasa anak akan berkembang pesat dan penguasaan kosakata yang meningkat memungkinkan mereka mengekspresikan dan memikirkan beragam objek dan peristiwa. Bahasa juga menjadi dasar bagi bentuk interaksi sosial yang baru yakni komunikasi verbal. Pada tahap ini juga, anak-anak dapat mengekspresikan pemikiran-pemikiran mereka dan juga menerima informasi yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.
Anak dalam tahap praoperasional menunjukkan egosentrisme praoperasional (preoperational egocentrism), yakni ketidakmampuan memandang situasi dari perspektif orang lain. Egosentrisme praoperasional terkadang ditampilkan dalam bentuk percakapan egosentris (egocentric speech), yakni ketika anak mengatakan sesuatu tanpa mempertimbangkan apa yang mungkin diketahui atau tidak diketahui pendengar terkait suatu topik yang dibicarakan.

3.      Tahap Operasional Konkret (usia 6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)
Menurut Piaget, saat anak-anak memasuki tahap operasional konkret (concrete operations stage), proses-proses berpikir mereka menjadi terorganisasi ke sistem proses-proses mental yang lebih besar operasi (operations) yang memudahkan mereka berpikir lebih logis daripada sebelumnya. Mereka sekarang menyadari bahwa perspektif dan perasaan mereka tidak selalu dialami oleh orang lain dan mungkin mencerminkan opini pribadi alih-alih realitas.

Membandingkan/
Mengontraskan
Pemikiran Praoperasional versus Pemikiran Operasional Konkret 
Pemikiran Praoperasional                                    Pemikiran Operasioanal Konkret
Egosentrisme Praoperasional

Siswa berpikir bahwa perspektif mereka adalah satu-satunya perspektif yang mungkin.
Pembedaan Perspektif Sendiri dari Perspektif Orang Lain
Siswa menyadari bahwa orang lain memiliki pemahaman berbeda dengannya dan gagasan sendiri belum tentu tepat.
Kurangnya Inklusi Kelas
Siswa hanya mampu menggolongkan objek dalam satu golongan
Inklusi Kelas
Siswa menyadari bahwa objek-objek dapat secara bersamaan menjadi anggota suatu kategori sekaligus menjadi anggota salah satu subkategorinya.
Kurangnya Konservasi
Siswa menyakini bahwa jumlah (angka, massa dan sebagainya) berubah saat suatu materi atau substansi dipindahkan ke wadah baru atau di tata ulang, sekalipun tidak ada materi yang ditambahkan atau dikurangkan.
Konservasi
Siswa menyakini bahwa jumlah materi tetaplah sama jika tidak ada yang ditambahkan atau dikurangkan, kendatipun substansinya (penampakannya) diubah atau disusun ulang.
Ireversibilitas
Siswa tidak menyadari bahwa proses-proses tertentu dapat dilakukan dengan prosedur yang berkebalikan dengan hasil yang sama.
Reversibilitas
Siswa memahami bahwa proses-proses tertentu dapat dilakukan dengan prosedur yang berkebalikan, dengan hasil yang sama.
Ketidakmampuan Melakukan
Penalaran mengenai Transformasi
Siswa berfokus pada situasi-situasi statis; mereka mengalami kesulitan memikirkan proses-proses perubahan.
Kemampuan Melakukan Penalaran mengenai Transformasi
Siswa mampu melakukan penalaran mengenai perubahan dan dampak-dampaknya.
Penalaran Transduksi
Siswa melakukan penalaran dengan menggabungkan fakta-fakta yang saling berkaitan; sebagai contoh, mereka membuat kesimpulan sebab-akibat semata-mata kerena dua peristiwa terjadi hamper bersama (terkait ruang dan waktu)
Penalaran Deduktif
Siswa mampu menarik kesimpulan logis berdasarkan dua atau lebih informasi.


4.      Tahap Operasional Formal (usia 11 hingga 12 atau usia dewasa)
Anak-anak atau remaja yang berada dalam tahap operasional formal (formal operations stage) dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak berhubungan dengan realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali kesimpulan yang logis, sekalipun kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan di dunia sehari-hari.
Berdasarkan perspektif Piaget, kemampuan matematika para siswa cenderung membaik saat pemikiran operasional formal mulai berkembang. Soal-soal abstrak seperti soal “kalimat matematika” (mathematical word problem), menjadi lebih mudah dipecahkan.  Penalaran ilmiah juga cenderung membaik begitu para siswa mampu melakukan pemikiran operasional formal. Tiga kemampuan operasional formal-penalaran logis mengenai gagasan-gagasan hipotesis, penyusunan dan pengujian hipotesis, serta pemisahan dan pengendalian variabel-secara bersama-sama memungkinkan individu-individu yang telah mencapai tahap operasional formal menggunakan  suatu metode ilmiah (ilmiah method)

Membandingkan/Mengontraskan
Pemikiran Operasional Konkret versus Operasional Formal
Pemikiran Operasional Konkret
Pemikiran Operasional Formal
Ketergantungan terhadap Realitas Konkret

Siswa dapat melakukan penalaran secara logis mengenai hal-hal yang dapat mereka amati  atau bayangkan dengan mudah; mereka tidak mampu melakukan penalaran mengenai ide-ide yang abstrak, hipotesis, atau yang bertentangan dengan fakta.
Kemampuan Melakukan Penalaran mengenai Ide-ide Abstrak, Hipotetik, dan yang bertentangan dengan fakta
Siswa dapat melakukan penalaran mengenai hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan realitas konkret dan realitas yang dapat diamati langsung
Ketidakmampuan Merumuskan dan Menguji Beberapa Hipotesis Sekaligus
Saat berupaya mencari penjelasan terhadap suatu fenomena ilmiah, siswa hanya mampu mengidentifikasi dan merumuskan satu hipotesis saja.
Perumusan dan Pengujian Beberapa Hipotesis Sekaligus
Saat berupaya mencari penjelasan terhadap suatu fenomena ilmiah, siswa mengidentifikasi dan menguji sejumlah hipotesis sekaligus untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat
Ketidakmampuan Memisahkan dan Mengontrol Variabel-variabel
Saat berupaya menguju kesahihan suatu hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat, siswa mengubah dua atau lebih variabel secara serempak hingga mencampurbaurkan dampak-dampaknya yang mungkin.
Pemisahan dan Kontrol terhadap Variabel
Saat berupaya menguji kesahihan suatu hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat, siswa menguji satu variabel, satu demi satu, sembari menjaga agar variabel-variabel lain tetap konstan.
Kurangnya penalaran yang Proporsional
Siswa tidak memahami hakikat umum proporsi.
Penalaran Proporsional
Siswa memahami proporsi dan mampu menggunakannya secara efektif dalam pemecahan soal-soal matematika


A.    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dalam Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Satuan Pendidikan       : SMA Islam Al-Zhamir Tangerang
Mata Pelajaran            : Fisika
Kelas/Semester           : XI IPA 1/2
Materi Pokok              : Fluida
Pertemuan Ke             : 1 dan 2
Alokasi Waktu            : 2 x 3 JP

Tujuan Pembelajaran           :
1.      Siswa mampu menguraikan dan menjelaskan mind mapping tentang fluida yang dibuatnya.
Alasannya: karena pada umur 17 tahun termasuk tahap operasional formal yang terjadi pada usia 11 tahun atau 12 tahun hingga dewasa, yakni pada usia remaja siswa mampu melalukan penalaran operasional formal dapat menangani gagasan-gagasan hipotesis, dalam mind mapping yang dibuatnya siswa mampu mengangani gagasannya dengan menguraikan dan menjelaskan poin-poin tentang fluida. Jadi siswa sebelum memulai pembelajaran siswa sudah mengetahui atau sudah paham materi yang akan dipelajarinya nanti. Dan hal tersebut termasuk dalam cognitive dengan katagori jenis perilaku pemahaman dengan kemampuan internal yaitu menterjemahkan dan memahami dengan kata-kata kerja operasional yaitu “menguraikan” dan “menerangkan”.

2.       Siswa mampu menunjukan perbedaan antara fluida statis dan fluida dinamis.
Alasannya: karena pada umur 17 tahun menurut teori Pieget bahwa umur 17 tahun termasuk operasional formal pada ranah taksonomi bloom yaitu bagian kognitif. Berdasarkan prespektif Piaget, kemampuan penalaran ilmiah cenderung membaik begitu para siswa melakukan pemikiran operasional formal. Tiga kemapuan operasional formal-penalaran logis menanganai gagasan-gagasan hipotesis, serta pemisahan dan pengendalian variable-variabel secara bersama-sama memungkinkan individu-individu yang telah mencapai tahap operasional formal menggunakan suatu metode ilmiah (scientific method). Dalam metode ilmiah, individu dapat mengemukakan dan menguji secara sistematis sejumlah kemungkinan penjelasan terhadap sesuatu masalah. Masalah ini adalah masalah dalam membedakan fluida statis dan fluida dinamis karena banyak siswa yang belum bisa membedakan antara fluida statis dan fluida dinamis. Maka dari itu siswa diharapkan mampu memecahkan masalah dalam membedakan fluida statis dan fluida dinamis dengan metode dinamis (menurut Teori Piaget). Dan hal ini termasuk katagori jenis perilaku penerapan dengan kemampuan internal yaitu memecahkan masalah menggunakan metode ilmiah dengan kata-kata kerja operasional yaitu “menunjukan”.

3.   Siswa mampu memperhitungkan setiap masalah pada tabung bocor dengan pemecahan masalah menggunakan Teori Toricelli.
Alasannya: menurut Teori Piaget. Pemikiran pada umur 17 tahun termasuk pemikiran operasional formal yaitu yang pertama siswa mampu melakukan penalaran mengenai ide-ide abstrak, hipotetik, dan bertentangan dengan fakta (siswa mampu diharapkan melakukan penalaran mengenai hal-hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan realitas konkret dan realitas yang dapat diamati langsung). Kedua, perumusan dan pengujian beberapa hipotesis sekaligus (saat berupaya mencari penjelasan terhadap tabung bocor, siswa mampu mengidentifikasi dan menguji sejumlah hipotesis sekaligus untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat). Ketiga, pemisahan dan kontrol terhadap variabel (saat berupaya menguji kesahihan suatu hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat siswa menguji suatu variabel, satu demi satu, sembari menjaga agar variabel-variabel lain tetap konstan). Keempat, penalaran proposional (siswa memahami proposisi dan mampu menggunakan secara efektif dalam pemecahan rumus tabung bocor dalam teori Torricelli). Makadari itu siswa  diharapkan mampu memperhitungkan setiap hipotesis dan rumus-rumus yang mencakup pada tabung bocor dalam teori Torricelli, karena menurut Piaget pada usia 17 tahun, siswa memii kemampuan matematika para siswa cenderung membaik saat pemikiran operasional pemikiran formal mulai berkembang soal “kalimat matematika” (mathematical word problem), menjadi lebih mudah dipecahkan. Dan hal ini termasuk katagori jenis perilaku penerapan dengan konsep matematika dan metode ilmiah dengan mengambil kata-kata kerja operasional “memperhitungkan”.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
     1.      Perkembangan kognitif adalah perkembangan kapasitas nalar otak atau intelegensi
     2.      Tahap-tahap perkembangan kognitif piaget adalah tahap sensorimotor (kelahiran hingga usia 2 tahun),             tahap praoperasional (usia 2 hingga 6 atau 7 tahun), tahap operasional konkret (usia 6 atau 7 hingga 11         atau 12 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 hingga 12 atau usia dewasa)
B.     Kritik dan Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca demi penyempurnaan penulisan blog ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ormrod, Jeanne Ellis.2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Erlangga.



Minggu, 20 April 2014

Gaya Belajar

GAYA BELAJAR
 
   Simaklah paparan berikut ini. Tulisan Ozan rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya, banyak sekali symbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaaan, Ozan akan membolak-balik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata “meningkat” akan tulisnya berupa tanda panah keatas. Dikelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozan segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam suatu daftar.
            Sedangkan, buku Raffi lebih banyak halaman kosong dn tulisannya tak cukup rapih. Raffi selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Didalam kelas Raffi selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Raffi lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komi-komik yang dibelinya, sampai hafal dialognya. Ia selalu ingat kata-kata yang didengarnya.
            Lain lagi dengan Tiwi yang selalu mempraktikkan perkataan guru dikelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Tiwi semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Tiwi duduk membaca dan menulis terus menerus dengan tertib didalam kamar. Apa yang menyebabakan ketiganya memiliki kembiasan berbeda dalam belajarnya?Simaklah paparan berikut ini. Tulisan Ozan rapih dan enak sibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya, banyak sekali symbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaaan, Ozan akan membolak-balik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata “meningkat” akan tulisnya berupa tanda panah keatas. Dikelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozan segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam suatu daftar.
            Sedangkan, buku Raffi lebih banyak halaman kosong dn tulisannya tak cukup rapih. Raffi selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Didalam kelas Raffi selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Raffi lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komi-komik yang dibelinya, sampai hafal dialognya. Ia selalu ingat kata-kata yang didengarnya.

            Lain lagi dengan Tiwi yang selalu mempraktikkan perkataan guru dikelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Tiwi semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Tiwi duduk membaca dan menulis terus menerus dengan tertib didalam kamar. Apa yang menyebabakan ketiganya memiliki kembiasan berbeda dalam belajarnya?
   Itulah yang akan kita mau bahas., yaitu mengenai gaya belajar. Menurut Fleming dan. Drummond (1998:186) mendefinisikan gaya belajar sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.” Maksudnya, gaya belajar dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar yang disukai oleh pembelajar. Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Keefe (1979) memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya. Dunn dan Griggs (1988) memandang gaya belajar sebagai karakter biologis bawaan.





    Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan Willis, 1989 : 4). Definisi yang lebih menjurus pada gaya belajar bahasa dan yang dijadikan panduan pada penelitian ini dikemukakan oleh Oxford (2001:359) dimana gaya belajar didefinisikan sebagai pendekatan yang digunakan peserta didik dalam belajar bahasa baru atau mempelajari berbagai mata pelajaran

Tiap individu memiliki keunikan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Seorang ahli pelopor bidang gaya belajar, Rita Dunn, telah mengemukakan banyak factor yang mempengaruhi cara belajar seseorang anatar lain factor fisik, emosional-psikologis, sosiologis dan lingkungan. Yang penting semua orang belajar melalui alat inderawi, baik pengelihatan, pendengaran, maupun kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri didalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.



Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak menyerap, mengelola dan menyampaikan informasin maka cara belajar individu dapat dibagi dalam tiga katagori, yaitu: Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Pengkategori ini tidak berati bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan stimulus yang sesuai dalam belajar makan akan memudahkan untuk menyerap pelajaran 

Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki adalah sebagai berikut:
1.      Modalitas Visual (Belajar dengan cara melihat)
    ·         Rapi dan teratur
·         Bicarnya cepat
·         Pandai membuat rencana jangka panjang
·         Teliti terhadap detil
·         Mengutamakan penampilan, paduan warna, dan suka urutan
·         Lebih mudah menginggat dari apa yang dilihat
·         Tidak terganggu dengan keributan
·         Pembaca yang cepat dan tekun
·         Hasil tulisan rapid an baik
·         Lebih suka membaca daripada dibacakan
·         Mencoret-coret ketika berbicara ditelepon
·         Sering lupa menyampaikan pesan verbal kalau tidak dicatat
·         Selalu bersikap waspada dalam memberikan respon terhadap sesuatu, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan
·         Menjawab pertanyaan dengan isngkat YA/TIDAK
·         Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak panadai memilih kata-kata
·         Kadang-kadang kehilangan kosentrasi
·         Bola mata melihat ke atas kanan/kiri bila berbicara

2.   Modalitas Auditorial (belajar dengan cara mendengar)


 ·         Berbica  kepada diri sendiri saat beraktivitas
·         Mudah terganggu oleh keributan
·         Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan ketika membaca
·         Bisa menirukan nada, birama, dan warna suara
·         Kesulitan menulis tapi cakap bercerita
·         Berbicara dalam irama yang terpola
·         Biasanya berbica yang fasih
·         Belajar dengan cara mendengar dan mengingat apa yang didiskusikan
·         Menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar
·         Lebih pandai mengeja dengan suara keras daripada menuliskannya
·         Lebih suka gurauan lisan daripada menbaca komik
·         Melirik kekiri/kanan mendatar bila berbicara
·         Kadang-kadang kehilangan kosentrasi dan Bola mata melihat ke atas kanan/kiri bila berbicara

3.      Modalitas kinestetik (belajar dengan mempraktekkan)

·         Bicarnya lebih lambat
·         Menyentuh lawan bica untuk dpat perhatian
·         Berbicara dalam jarak dekat
·         Banyak bergerak
·         Belajar melalui praktek
·         Mengafal sambil berjalan
·         Menggunakan jari/lidi ketika membaca
·         Banyak menggunakan isarat tubuh sebai luapan emosi dalam berbicara
·         Tidak dapat diam dalam waktu lama
·         Tidak dapat mengingat sebuah daerah keculi pernah berkunjung kedaerah itu
·         Banyak menggunakn kata-kata yang mengandung aksi
·         Tulisannya jelek, nimbus kertas, ada tekanan kuat pada alat tulis
·         Ingin melalukan banyak hal
·         Menyukai permainan yang menyibukkan
·         Bola mata melihat kebaah kanan/kiri bila berbicara.


Mengenali yang mana gaya belajar kita, bias dilakukan dengan cara:


-          Melalui tes.
-          Mengenali keadaan belajar kita dikelas.
Coba perhatikan, dengan cara apapun lebih dapat menyerap informasi isi materi pelajaran? Orang visual lebih dapat mengerti isi materi dengan cara membaca buku paket, memperhatikan ilystrasi yang ditampilkan dipapan tulis atau trasparansi. Mereka juga dapat mencatat dengan baik apa yang disampaikan oleh pembicara. Orang auditorial lebih menyukai mendengarkan pengajar bicara dan kadang-kadang kehilangan urutannya ketika mencoba  mencatat apa yang dibicarakan saat presentasi berlangsung. Sedangkan orang kinestatik akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan cara interaksi kelompok, mendemostrasikan/stimulsi mater pelajaran dengan cara sendiri.
-          Ketika membeli peralatan bongkar pasang, misalnya meja computer, meja belajar yang terdiri dari 25 bagian yang terpisah-pisah dan dilengkapi dengan buku petunjuk pemasangan.
Bagaimana cara yang paling mudah bagimu memasang alat inu?
Bila kamu melakukannya dengan cara membaca buku petunjuk sampai mendapatkan berbagai hal bagimu, maka kemungkinan besar kamu termasuk visual.
Bila kamu mulai bekerja dengan bagian-bagian tersebut dengan fisik, kamu mungkin termasuk kinestatik.
Bila cara yang paling tepat dengan menelpon tokonya dan meminta penjelasan dari teknisnya, maka ini petunjuk bahwa kamu auditorial.

Manfaat dari mengenali gaya belajar kita sendiri, antara lain:
·         Menyadari bahwa diri kita itu cerdas.
Setiap orang mempunyai keunikan masing-masing dan sebetulnya keunikan tersebut bisa menjadi potensi kecerdasannya. Hanya saja yang disayangkan, tidak semua orang mengenali potensi dirinya sendiri
·         Tahu  cara belajar yang efektif.
Pernahkah kamu merasa kesulitan sehingga tidak menyukai bidang studi tertentu? Pernahkah kamu mencari tahu penyebabnya? Mungkin karena selama ini gaya belajar kamulah yang tidak tepat. Misalnya, belajar sejarah dengan membaca kemudian menghafal, tapi tidak masuk juga masuk ke otak. Nah, ternyata setelah dites, kamu tremasuk orang kinestatik. Berate gaya belajar kamulah yang harus dirubah.
·         Dapat memilih kegiatan yang tepat.
Misalnya, dalam pemilihan ekskul.
·         Prestasi belajar meningkat.
Karena sudah mengetahui gaya belajar yang tepat bagaimu dapat menfaatkan kemampuan secara maksimal dengan cara membuat strategi beljar dupaya hasil belajar menjadin optimal dan prestasi pun meningkat

Strategi belajar bagi masing-masing gaya belajar, yaitu:
1.      Visual 
      Membuat catatan agar menarik dengan cara memberi warna, gambar dan stricker.
      Membuat catatan dengan tekhnik mind mapping.
       Membuat kartu gambar berseri.



2.      Auditori
-          Mereka suara guru dikelas.
-          Merekam suara sendiri yang membaca guru.
-          Dengarkan rekaman tersebut kapanpun dan dimanapun.
-          Gubah syair lagu yang sedang hits dengan materi pelajaran.
-          Buat kelo,pok diskusi belajar.
-          Rajin-rajinlah bertanya di kelas.
-          Sebaiknya tidak mendengar music/radio ketika belajar, bisa ganggu kosentrasi.





3.      Kinestetik
      Untuk pelajaran hitungan, sering-seringlah latihan soal.
      Untuk pelajaran hafalan: praktekkan dengan simulasi (bermain sambil belajar
      Saat sedang jenuh beljar, selingi dengan gerakkan yang ringan, misalnya senam otak atau mengunyam permen karet.




Namun pada kenyataannya, kita sering dihadapkan pada situasi dimana kita harus menggunakan gaya belajar yang bukan kita miliki. Misalnya, ada pengajar di kelas selalu memberi catatan dipapan tulis, atau menyuruh siswanya untuk membaca buku paket, sementara kamu buka tipe visual yang tidak menyukai aktivitas tersebut.
      Atau ada pengajar yang selalu menjelaskan materi di kelas dengan cara bercerita tanpa pernah memberi ilustrasi tertulis atau tidak ada buku paketnya sehingga catatan kita kosong sama sekali. Hal ini menyulitkan bagi orang visual.
Dibawah ini ada beberapa tips yang bisa kamu coba untuk meningkatkan gaya belajar lain diluar gaya belajarmu:
1.      Meningkatkan kemampuan belajar visual.
-          Main puzzle.
-          Banyak menulis dan menggambar.
-          Mendengarkan dongeng diruang gelap, kemudian bayangkan!
2.      Membangun kemampuan belajar auditorium.
-          Mendengarkan syair lagi dan suara alat musiknya.
-          Banyak mendengar dan bercerita.
-          Sering-sering mendengar lalu melakukan instruksi verbal.
3.      Membangkitkan kemampuan belajar kinestatik.
-          Berolah raga.
-          Bermain yang mlibatkan aktivitas seluruh tubuh.
-          Memasak melalui membaca resep.
Nah, selamat mencoba. Semoga bermanfaat.