Tahap-Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Nama Penulis:
Ratih Andriyani
Prodi Pendidikan
Fisika Semester 2
Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam
pendidikan. Peran pendidik baik itu guru ataupun orangtua sangat berperan dalam
perkembangan kognitif peserta didik. Maka dari itu saya memilih judul
“Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget” untuk membantu pendidik dalam
mengembangkan kognitif peserta didiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja
tahap-tahap perkembangan kognitif?
2. Bagaimana
menerapkan tahap-tahap kognitif pada RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
C. Tujuan
Penulisan
1. Dapat memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget
2. Dapat menerapkan
tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
PEMBAHASAN
A. Tahap-Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
(https://www.google.com/search?q=tahap-tahap+perkembangan+kognitif+piaget&sourc)
Sebuah aspek penting dalam teori Piaget adalah deskripsinya mengenai empat
tahap perkembangan kognitif yang berbeda, masing-masing dengan pola pikirannya
yang unik. Keempat tahap tersebut dirangkum dalam gambar tersebut.
TAHAP SENSORIMOTOR (Kelahiran hingga usia sekitar 2 tahun)
|
TAHAP PRAOPERASIONAL ( 2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)
|
TAHAP OPERASIONAL KONKRET
(6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)
|
TAHAP OPERASIONAL FORMAL
(11 atau 12 tahun hingga dewasa)
|
Skema-skema didasarkan terutama pada perilaku dan persepsi; anak berfokus
pada apa yang terjadi di sini dan saat ini (here and now)
|
Skema-Skema mulai mempresentasikan objek-objek yang berada di luar
jangkauan pandangan langsung si anak, namun anak belum mampu melakukan
penalaran logis seperti orang dewasa
|
Penalaran yang menyerupai penalaran orang dewasa mulai muncul, namun
terbatas pada penalaran mengenai realitas konkret.
|
Proses-proses penalaran logis ke ide-ide abstrak ataupun ke objek-objek
konkret.
|
Allah SWT berfirman:
كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو
الْأَلْبَابِ
Artinya:
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan kepada umat-Nya yaitu kitab
yang penuh berkah agar umat-Nya memperhatikan dan berfikir. Untuk itulah
perlunya perkembangan kognitif supaya umat-Nya bisa mengembangkan pola pikir
sesuai tahap-tahap perkembangan usianya.
1. Tahap Sensorimotor
(kelahiran hingga usia 2 tahun)
Piaget mengemukakan bahwa dalam sebagian besar tahap sensorimotor (sensorimotor
stage), anak-anak berfokus pada apa yang mereka lakukan dan lihat pada saat
itu; skema-skema mereka terutama tersusun berdasarkan perilaku dan persepsi.
Meski demikian, kemampuan-kemampuan kognitif yang penting muncul selama periode
ini, terutama saat anak mulai bereksperimen dengan lingkungannya melalui
prinsip trial and error.
Piaget menyatakan bahwa kemampuan berpikir yang sesungguhnya muncul pada
usia dua setengah tahun. Secara spesifik, anak memperoleh kemampuan berpikir
simbolik (symbolic thought), yakni kemampuan merepresentasikan dan
memikirkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam kerangka entitas-entitas
mental internal atau simbol.
2. Tahap
Praoperasional ( 2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)
Pada masa-masa awal tahap praoperasional (preoperasional stage),
keterampilan bahasa anak akan berkembang pesat dan penguasaan kosakata yang
meningkat memungkinkan mereka mengekspresikan dan memikirkan beragam objek dan
peristiwa. Bahasa juga menjadi dasar bagi bentuk interaksi sosial yang baru
yakni komunikasi verbal. Pada tahap ini juga, anak-anak dapat mengekspresikan
pemikiran-pemikiran mereka dan juga menerima informasi yang sebelumnya tidak
mungkin terjadi.
Anak dalam tahap praoperasional menunjukkan egosentrisme praoperasional (preoperational
egocentrism), yakni ketidakmampuan memandang situasi dari perspektif orang
lain. Egosentrisme praoperasional terkadang ditampilkan dalam bentuk percakapan
egosentris (egocentric speech), yakni ketika anak mengatakan sesuatu
tanpa mempertimbangkan apa yang mungkin diketahui atau tidak diketahui
pendengar terkait suatu topik yang dibicarakan.
Menurut Piaget, saat anak-anak memasuki tahap operasional konkret (concrete operations
stage), proses-proses berpikir mereka menjadi terorganisasi ke sistem
proses-proses mental yang lebih besar operasi (operations) yang
memudahkan mereka berpikir lebih logis daripada sebelumnya. Mereka sekarang
menyadari bahwa perspektif dan perasaan mereka tidak selalu dialami oleh orang
lain dan mungkin mencerminkan opini pribadi alih-alih realitas.
Membandingkan/
Mengontraskan
|
Pemikiran Praoperasional
versus Pemikiran Operasional Konkret
|
|
Pemikiran
Praoperasional
Pemikiran Operasioanal Konkret
|
||
Egosentrisme Praoperasional
Siswa berpikir bahwa
perspektif mereka adalah satu-satunya perspektif yang mungkin.
|
Pembedaan Perspektif Sendiri
dari Perspektif Orang Lain
Siswa menyadari bahwa orang
lain memiliki pemahaman berbeda dengannya dan gagasan sendiri belum tentu
tepat.
|
|
Kurangnya Inklusi Kelas
Siswa hanya mampu menggolongkan objek dalam satu golongan
|
Inklusi Kelas
Siswa menyadari bahwa objek-objek dapat secara bersamaan menjadi anggota
suatu kategori sekaligus menjadi anggota salah satu subkategorinya.
|
|
Kurangnya Konservasi
Siswa menyakini bahwa jumlah (angka, massa dan sebagainya) berubah saat
suatu materi atau substansi dipindahkan ke wadah baru atau di tata ulang,
sekalipun tidak ada materi yang ditambahkan atau dikurangkan.
|
Konservasi
Siswa menyakini bahwa jumlah materi tetaplah sama jika tidak ada yang
ditambahkan atau dikurangkan, kendatipun substansinya (penampakannya) diubah
atau disusun ulang.
|
|
Ireversibilitas
Siswa tidak menyadari bahwa proses-proses tertentu dapat dilakukan dengan
prosedur yang berkebalikan dengan hasil yang sama.
|
Reversibilitas
Siswa memahami bahwa proses-proses tertentu dapat dilakukan dengan
prosedur yang berkebalikan, dengan hasil yang sama.
|
|
Ketidakmampuan Melakukan
Penalaran mengenai Transformasi
Siswa berfokus pada situasi-situasi statis; mereka mengalami kesulitan
memikirkan proses-proses perubahan.
|
Kemampuan Melakukan Penalaran mengenai Transformasi
Siswa mampu melakukan penalaran mengenai perubahan dan dampak-dampaknya.
|
|
Penalaran Transduksi
Siswa melakukan penalaran dengan menggabungkan fakta-fakta yang saling
berkaitan; sebagai contoh, mereka membuat kesimpulan sebab-akibat semata-mata
kerena dua peristiwa terjadi hamper bersama (terkait ruang dan waktu)
|
Penalaran Deduktif
Siswa mampu menarik kesimpulan logis berdasarkan dua atau lebih
informasi.
|
|
Anak-anak atau remaja yang berada dalam tahap operasional formal (formal
operations stage) dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang
tidak berhubungan dengan realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali
kesimpulan yang logis, sekalipun kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan di
dunia sehari-hari.
Berdasarkan perspektif Piaget, kemampuan matematika para siswa cenderung
membaik saat pemikiran operasional formal mulai berkembang. Soal-soal abstrak
seperti soal “kalimat matematika” (mathematical word problem), menjadi
lebih mudah dipecahkan. Penalaran ilmiah juga cenderung membaik begitu
para siswa mampu melakukan pemikiran operasional formal. Tiga kemampuan
operasional formal-penalaran logis mengenai gagasan-gagasan hipotesis,
penyusunan dan pengujian hipotesis, serta pemisahan dan pengendalian
variabel-secara bersama-sama memungkinkan individu-individu yang telah mencapai
tahap operasional formal menggunakan suatu metode ilmiah (ilmiah
method)
Membandingkan/Mengontraskan
|
Pemikiran
Operasional Konkret versus Operasional Formal
|
|
Pemikiran Operasional Konkret
|
Pemikiran Operasional Formal
|
|
Ketergantungan terhadap Realitas Konkret
Siswa dapat melakukan penalaran secara logis mengenai hal-hal yang dapat
mereka amati atau bayangkan dengan mudah; mereka tidak mampu melakukan
penalaran mengenai ide-ide yang abstrak, hipotesis, atau yang bertentangan
dengan fakta.
|
Kemampuan Melakukan Penalaran mengenai Ide-ide Abstrak, Hipotetik, dan
yang bertentangan dengan fakta
Siswa dapat melakukan penalaran mengenai hal-hal yang secara langsung
berhubungan dengan realitas konkret dan realitas yang dapat diamati langsung
|
|
Ketidakmampuan Merumuskan dan Menguji Beberapa Hipotesis Sekaligus
Saat berupaya mencari penjelasan terhadap suatu fenomena ilmiah, siswa
hanya mampu mengidentifikasi dan merumuskan satu hipotesis saja.
|
Perumusan dan Pengujian Beberapa Hipotesis Sekaligus
Saat berupaya mencari penjelasan terhadap suatu fenomena ilmiah, siswa
mengidentifikasi dan menguji sejumlah hipotesis sekaligus untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat
|
|
Ketidakmampuan Memisahkan dan Mengontrol Variabel-variabel
Saat berupaya menguju kesahihan suatu hipotesis mengenai hubungan
sebab-akibat, siswa mengubah dua atau lebih variabel secara serempak hingga
mencampurbaurkan dampak-dampaknya yang mungkin.
|
Pemisahan dan Kontrol terhadap Variabel
Saat berupaya menguji kesahihan suatu hipotesis mengenai hubungan
sebab-akibat, siswa menguji satu variabel, satu demi satu, sembari menjaga
agar variabel-variabel lain tetap konstan.
|
|
Kurangnya penalaran yang Proporsional
Siswa tidak memahami hakikat umum proporsi.
|
Penalaran Proporsional
Siswa memahami proporsi dan mampu menggunakannya secara efektif dalam
pemecahan soal-soal matematika
|
|
A. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dalam Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Satuan Pendidikan : SMA Islam Al-Zhamir Tangerang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : XI IPA 1/2
Materi
Pokok
: Fluida
Pertemuan
Ke : 1
dan 2
Alokasi
Waktu : 2 x 3
JP
Tujuan Pembelajaran
:
1. Siswa mampu
menguraikan dan menjelaskan mind mapping tentang fluida yang dibuatnya.
Alasannya: karena pada umur 17 tahun termasuk tahap
operasional formal yang terjadi pada usia 11 tahun atau 12 tahun hingga dewasa,
yakni pada usia remaja siswa mampu melalukan penalaran operasional formal dapat
menangani gagasan-gagasan hipotesis, dalam mind mapping yang dibuatnya siswa
mampu mengangani gagasannya dengan menguraikan dan menjelaskan poin-poin
tentang fluida. Jadi siswa sebelum memulai pembelajaran siswa sudah mengetahui
atau sudah paham materi yang akan dipelajarinya nanti. Dan hal tersebut
termasuk dalam cognitive dengan katagori jenis perilaku pemahaman dengan
kemampuan internal yaitu menterjemahkan dan memahami dengan kata-kata kerja operasional
yaitu “menguraikan” dan “menerangkan”.
2. Siswa mampu
menunjukan perbedaan antara fluida statis dan fluida dinamis.
Alasannya: karena pada umur 17 tahun menurut teori
Pieget bahwa umur 17 tahun termasuk operasional formal pada ranah taksonomi
bloom yaitu bagian kognitif. Berdasarkan prespektif Piaget,
kemampuan penalaran ilmiah cenderung membaik begitu para siswa melakukan
pemikiran operasional formal. Tiga kemapuan operasional formal-penalaran logis
menanganai gagasan-gagasan hipotesis, serta pemisahan dan pengendalian
variable-variabel secara bersama-sama memungkinkan individu-individu yang telah
mencapai tahap operasional formal menggunakan suatu metode ilmiah (scientific
method). Dalam metode ilmiah, individu dapat mengemukakan dan menguji
secara sistematis sejumlah kemungkinan penjelasan terhadap sesuatu masalah.
Masalah ini adalah masalah dalam membedakan fluida statis dan fluida dinamis
karena banyak siswa yang belum bisa membedakan antara fluida statis dan fluida
dinamis. Maka dari itu siswa diharapkan mampu memecahkan masalah dalam membedakan
fluida statis dan fluida dinamis dengan metode dinamis (menurut Teori Piaget).
Dan hal ini termasuk katagori jenis perilaku penerapan dengan kemampuan
internal yaitu memecahkan masalah menggunakan metode ilmiah dengan kata-kata
kerja operasional yaitu “menunjukan”.
3. Siswa mampu
memperhitungkan setiap masalah pada tabung bocor dengan pemecahan masalah
menggunakan Teori Toricelli.
Alasannya: menurut Teori Piaget. Pemikiran pada umur
17 tahun termasuk pemikiran operasional formal yaitu yang pertama siswa mampu
melakukan penalaran mengenai ide-ide abstrak, hipotetik, dan bertentangan
dengan fakta (siswa mampu diharapkan melakukan penalaran mengenai hal-hal yang
tidak secara langsung berhubungan dengan realitas konkret dan realitas yang
dapat diamati langsung). Kedua, perumusan dan pengujian beberapa hipotesis
sekaligus (saat berupaya mencari penjelasan terhadap tabung bocor, siswa mampu
mengidentifikasi dan menguji sejumlah hipotesis sekaligus untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat). Ketiga, pemisahan dan kontrol
terhadap variabel (saat berupaya menguji kesahihan suatu hipotesis mengenai
hubungan sebab-akibat siswa menguji suatu variabel, satu demi satu, sembari
menjaga agar variabel-variabel lain tetap konstan). Keempat, penalaran
proposional (siswa memahami proposisi dan mampu menggunakan secara efektif
dalam pemecahan rumus tabung bocor dalam teori Torricelli). Makadari itu
siswa diharapkan mampu memperhitungkan setiap hipotesis dan rumus-rumus
yang mencakup pada tabung bocor dalam teori Torricelli, karena menurut Piaget
pada usia 17 tahun, siswa memii kemampuan matematika para siswa cenderung
membaik saat pemikiran operasional pemikiran formal mulai berkembang soal
“kalimat matematika” (mathematical word problem), menjadi lebih mudah
dipecahkan. Dan hal ini termasuk katagori jenis perilaku penerapan dengan
konsep matematika dan metode ilmiah dengan mengambil kata-kata kerja
operasional “memperhitungkan”.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkembangan
kognitif adalah perkembangan kapasitas nalar otak atau intelegensi
2. Tahap-tahap
perkembangan kognitif piaget adalah tahap sensorimotor (kelahiran hingga usia 2
tahun), tahap praoperasional (usia 2 hingga 6 atau 7 tahun), tahap operasional
konkret (usia 6 atau 7 hingga 11 atau 12 tahun), dan tahap operasional formal
(usia 11 hingga 12 atau usia dewasa)
B. Kritik dan Saran
Penulis mengharapkan kritik
dan saran kepada para pembaca demi penyempurnaan penulisan blog ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ormrod, Jeanne
Ellis.2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Erlangga.